BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Agama adalah sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang
Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan
manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa
Sanskerta, āgama yang berarti "tradisi". Kata lain
untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin
religio dan berakar pada kata kerja
re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan
berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan. Menurut filolog
Max Müller,
akar kata bahasa Inggris "religion", yang dalam bahasa Latin religio,
awalnya digunakan untuk yang berarti hanya "takut akan Tuhan atau
dewa-dewa, merenungkan hati-hati tentang hal-hal ilahi, kesalehan" (
kemudian selanjutnya Cicero menurunkan menjadi berarti " ketekunan "
).Max Müller menandai banyak budaya lain di seluruh dunia, termasuk Mesir,
Persia, dan India, sebagai bagian yang memiliki struktur kekuasaan yang sama
pada saat ini dalam sejarah. Apa yang disebut agama kuno hari ini, mereka akan
hanya disebut sebagai "hukum". Banyak bahasa memiliki kata-kata yang
dapat diterjemahkan sebagai "agama", tetapi mereka mungkin
menggunakannya dalam cara yang sangat berbeda, dan beberapa tidak memiliki kata
untuk mengungkapkan agama sama sekali. Sebagai contoh, dharma kata Sanskerta,
kadang-kadang diterjemahkan sebagai "agama", juga berarti hukum. Di
seluruh Asia Selatan klasik, studi hukum terdiri dari konsep-konsep seperti
penebusan dosa melalui kesalehan dan upacara serta tradisi praktis. Medieval
Jepang pada awalnya memiliki serikat serupa antara "hukum kekaisaran"
dan universal atau "hukum Buddha", tetapi ini kemudian menjadi sumber
independen dari kekuasaan. Tidak ada setara yang tepat dari "agama"
dalam bahasa Ibrani, dan Yudaisme tidak membedakan secara jelas antara, identitas
keagamaan nasional, ras, atau etnis. Salah satu konsep pusat adalah "halakha"
, kadang-kadang diterjemahkan sebagai "hukum" ",yang memandu
praktik keagamaan dan keyakinan dan banyak aspek kehidupan sehari-hari.
Kata Hindu (melalui bahasa Persia)
berasal dari kata Sindhu dalam bahasa
Sanskerta, yaitu nama sebuah sungai
di sebelah barat daya subbenua India, yang dalam bahasa
Inggris disebut Indus. Menurut Gavin Flood,
pada mulanya istilah 'hindu' muncul sebagai istilah geografis bangsa Persia
untuk menyebut suku bangsa yang tinggal di seberang sungai Sindu. Maka dari
itu, awalnya istilah 'Hindu' merupakan istilah geografis dan tidak mengacu pada
suatu agama.
Kata Hindu diserap oleh bahasa-bahasa Europa dari istilah Arab
al-Hind, dan mengacu kepada negeri bagi bangsa yang mendiami daerah
sekitar sungai Sindu. Istilah Arab tersebut berasal istilah Persia Hindū,
yang mengacu kepada seluruh suku di India. Pada abad ke-13,
Hindustan
muncul sebagai nama alternatif India yang acap disebutkan, yang memiliki arti "Negeri
para Hindu". Istilah agama Hindu kemudian sering digunakan
dalam beberapa teks berbahasa Sanskerta seperti Rajatarangini dari Kashmir
(Hinduka, kr. 1450) dan beberapa teks mazhab Gaudiya
Waisnawa dari abad ke-16 hingga ke-18
yang berbahasa Bengali, seperti Caitanyacaritamerta
dan Caitanyabhagawata. Istilah itu digunakan
untuk membedakan Hindu dengan Yawana atau Mleccha.
Sejak abad ke-18 dan seterusnya, istilah Hindu digunakan oleh para kolonis dan
pedagang dari Eropa
untuk menyebut para penganut agama tradisional India secara umum.
Ilmu Pendidikan adalah dua kata yang dipadukan, yakni Ilmu
dan Pendidikan yang masing-masing memiliki arti dan makna tersendiri.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka disebutkan, bahwa Ilmu
adalah Pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem
menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu
di bidang (pengetahuan) itu. Sedangkan arti Pendidikan, adalah
merupakan proses upaya meningkatkan nilai peradaban individu atau
masyarakat dari suatu keadaan tertentu menjadi suatu keadaan yang lebih baik.
Serta dalam Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional pada Bab I Pasal 1 dikemukakan, bahwa Pendidikan adalah usaha
sadar dan terrencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara. Sedangkan dalam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994) Kata Pendidikan
diartikan sebagai proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan
pelatihan. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai
Pustaka menjelaskan, bahwa kata Pendidikan berasal dari kata dasar didik,
yang artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan)
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan arti dari Pendidikan
adalah Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang
dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan;
proses, cara, dan perbuatan mendidik.
Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan
dan membudidayakan
hewan ternak
untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut. Pengertian peternakan tidak terbatas pada pemeliharaaan
saja, memelihara dan peternakan perbedaannya terletak pada tujuan yang
ditetapkan. Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan
prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan
secara optimal. Kegiatan di bidang
peternakan dapat dibagi atas dua golongan, yaitu peternakan hewan besar seperti
sapi, kerbau dan kuda, sedang kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil
seperti ayam,
kelinci
dll.
1.2
Rumusan
Masalah
1. Apa
pengertian agama hindu dengan dunia peternakan?
2. Bagaimana
keterkaitan agama hindu dengan dunia peternakan?
3. Apa
realitas penerapan agama hindu dalam dunia peternakan?
4. Apa
sumber Sastra tentang dunia peternakan?
5. Apa
solusinya upacara tumpek kandang tidak dilaksanakan di suatu tempat?
1.3
Tujuan
1. Agar
kita mengetahui pengertian agama hindu dengan dunia peternakan.
2. Agar
kita mengetahui keterkaitan agama hindu dengan dunia peternakan.
3. Agar
kita mengetahui realitas penerapan agama hindu dalam dunia peternakan.
4. Agar
kita mengetahui sumber sastra tentang dunia peternakan.
5. Agar
kita dapat menyelesaikan masalah upacara tumpek kandang yang tidak dilaksanakan
pada suatu tempat.
1.4
Manfaat
1. Kita
mengetahui pengertian agama hindu dengan baik dengan dunia peternakan.
2. Kita
bisa menegetahui secara detail keterkaitan agama hindu dengan dunia peternakan.
3. Kita
dapat melihat secara nyata penerapam agama hindu dalam dunia peternakan.
4. Kita
dapat memahami sumber sastra tentang dunia peternakan.
5. Kita
bisa memecahkan masalah upacara tumpek kandang yang tidak dilaksanakan disuatu
tempat.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Agama Hindu dengan Dunia Peternakan
Kata Hindu
(melalui bahasa Persia) berasal dari kata Sindhu
dalam bahasa Sanskerta, yaitu nama sebuah sungai
di sebelah barat daya subbenua India, yang dalam bahasa
Inggris disebut Indus. Menurut Gavin Flood,
pada mulanya istilah 'hindu' muncul sebagai istilah geografis bangsa Persia
untuk menyebut suku bangsa yang tinggal di seberang sungai Sindu. Maka dari
itu, awalnya istilah 'Hindu' merupakan istilah geografis dan tidak mengacu pada
suatu agama.
Kata Hindu diserap oleh bahasa-bahasa Europa dari istilah Arab
al-Hind, dan mengacu kepada negeri bagi bangsa yang mendiami daerah sekitar
sungai Sindu. Istilah Arab tersebut berasal istilah Persia Hindū, yang
mengacu kepada seluruh suku di India. Pada abad ke-13,
Hindustan
muncul sebagai nama alternatif India yang acap disebutkan, yang memiliki arti "Negeri
para Hindu". Istilah agama Hindu kemudian sering digunakan
dalam beberapa teks berbahasa Sanskerta seperti Rajatarangini dari Kashmir
(Hinduka, kr. 1450) dan beberapa teks mazhab Gaudiya
Waisnawa dari abad ke-16 hingga ke-18
yang berbahasa Bengali, seperti Caitanyacaritamerta
dan Caitanyabhagawata. Istilah itu digunakan
untuk membedakan Hindu dengan Yawana atau Mleccha.
Sejak abad ke-18 dan seterusnya, istilah Hindu digunakan oleh para kolonis dan
pedagang dari Eropa
untuk menyebut para penganut agama tradisional India secara umum
Peternakan
adalah kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan
hewan ternak
untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut. Pengertian peternakan tidak terbatas pada
pemeliharaaan saja, memelihara dan peternakan perbedaannya terletak pada tujuan
yang ditetapkan. Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan
prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan
secara optimal. Kegiatan di bidang
peternakan dapat dibagi atas dua golongan, yaitu peternakan hewan besar seperti
sapi, kerbau dan kuda, sedang kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil
seperti ayam,
kelinci
dll.
2.2 Keterkaitan Agama Hindu dengan Dunia Peternakan
Tumpek
Uye disebut juga Tumpek Wewalungan/Oton Wewalungan atau Tumpek
Kandang, yaitu hari selamatan binatang-binatang piaraan (binatang yang
dikandangkan) atau binatang ternak (wewalungan). Di dalam hari-hari suci
agama Hindu di Bali terdapat enam jenis hari suci Tumpek, yaitu Tumpek Uye
(Tumpek Kandang) yaitu upacara selamatan untuk binatang; Tumpek Bubuh atau
Tumpek Wariga yakni upacara selamatan untuk tumbuh-tumbuhan; Tumpek Landep
yakni selamatan untuk senjata (yang terkait dengan piranti yang tajam); Tumpek
Kuningan, selamatan untuk gamelan; Tumpek Wayang selamatan untuk wayang; dan
Tumpek Krulut selamatan untuk unggas. Umumnya upacara selamatan untuk unggas
ini digabungkan pada hari Tumpak Uye. Dalam
peternakan memang tidak asing lagi dihubungkan dengan agama hindu bagi
masyarakat bali maupun sekitarnya dan banyak juga pengaruh agama hindu terhadap
dunia peternakan. Sebagai contohnya yaitu berbagai jenis ternak digunakan sebagai sarana untuk melakukan
kegiatan agama, hampir disetiap kegiatan agama dalam agama hindu menggunakan
sarana ternak baik dari jenis ayam, bebek, babi, dll. Salah satu contohnya
yaitu mecaru. Caru adalah bagian dari upacara bhuta yadnya (mungkin dapat
disebut sebagai danhyangan dalam bahasa jawa) sebagai salah satu bentuk usaha untuk
menetralisir serta menyeimbangkan kekuatan alam semesta/panca maha bhuta.
2.3
Realitas Penerapan Agama Hindu dalam Dunia Peternakan
Mengapa membuat upacara selamatan
terhadap hal-hal tersebut ? Dalam ajaran agama Hindu, keharmonisan hidup dengan
semua makhluk dan alam semesta senantiasa diamanatkan. Manusia hendaknya
selaras dan hidup hamonis dengan alam semesta, khususnya bumi ini dan dengan
ciptaan-Nya yang lain, termasuk tumbuh-tumbuhan dan binatang. Dalam ajaran
Hindu, semua makhluk diyakini memiliki jiwa yang berasal dari Ida Sang Hyang
Widhi. Doa umat Hindu sehari-hari (dalam puja Tri Sandhya) dengan tegas
menyatakan Sarvaprani hitankarah (hendaknya semua makhluk hidup
sejahtra) adalah doa yang bersifat universal untuk keseimbangan jagat raya dan segala
isinya. Upacara selamatan kepada binatang dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa
kasih sayang kepada semua binatang, khususnya binatang ternak atau piaraaan.
Pada saat Tumpek Kandang, hewan
khususnya ternak dibuatkan otonan. Dalam prosesi ritual itu umat memohon ke
hadapan Ida Sang Hyang Widhi agar ternak peliharaannya diberkati kerahayuan.
Tetapi, secara filsafati kembali kami tekankan, perayaan Tumpek Uye/Tumpek
Kandang itu mengandung makna bahwa umat hendaknya mengembangkan kasih
sayang kepada semua makhluk ciptaan-Nya. Dalam konteks ekonomi, prosesi ritual
itu mengamanatkan sektor pertanian dalam arti luas (peternakan) bisa
dikembangkan untuk memperkuat sendi-sendi perekonomian masyarakat.
Dikatakannya, dalam Sarasamuscaya
ada disebutkan “Ayuwa tan masih ring sarwa prani, apan prani ngaran prana,”
yang artinya jangan tidak sayang kepada binatang, karena binatang atau makhluk
adalah kekuatan alam. Itu artinya, umat mesti mengembangkan kasih sayang kepada
semua makhluk. Khusus pada perayaan Tumpek Kandang, umat memuja Tuhan dalam
manifestasinya sebagai Dewa Siwa Pasupati agar hewan peliharaannya diberkati
kerahayuan. Sebab, hewan sangat berguna bagi kehidupan manusia. Misalnya, sapi
atau kerbau bagi para petani memiliki peran yang sangat besar dalam membantu
aktivitas agrarisnya. Sapi juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Selain
dipakai membajak sawah, sapi juga membantu petani untuk meningkatkan
kesejahteraan. Harga jualnya cukup menggiurkan, sehingga bisa dijadikan modal
oleh petani untuk meningkatkan pendidikan bagi putra-putrinya dan membiayai
keperluan hidup yang lain.
Demikian pula ternak yang lain
seperti babi, kambing, ayam, itik. Bahkan, babi bagi masyarakat Hindu di Bali
sering dijadikan semacam tabungan atau celengan. Ketika umat menyelenggarakan
hajatan, babi tersebut dipotong atau jika kepepet uang, ternak yang sering
disebut ubuhan tatakan banyu tersebut bisa dijual.
Sebagai hewan yang ditakdirkan
sebagai ubuan tunu, ayam, itik, babi dan sebagainya sering dijadikan sumber
protein untuk menunjang kehidupan manusia. Untuk kepentingan itu hewan ternak
memang terus dikembangkan. Tetapi, khusus hewan-hewan yang lain, terutama
satwa langka, umat mesti melestarikannya seperti penyu hijau, burung jalak
Bali, menjangan, kera dan sebagainya. Hewan-hewan langka tersebut mesti dijaga
agar tidak sampai mengalami kepunahan.
Untuk menjaga kepunahan satwa
langka, di Bali dikaitkan dengan mitologi. Hewan-hewan tertentu dikatakan
sebagai duwe Ida Batara (milik Tuhan), seperti sapi putih duwe, bojog
(kera) duwe, lelawah (kelelawar) duwe, lelipi (ular) duwe dan sebagainya. Lewat
mitologi seperti itu sesungguhnya umat diajak untuk menjaga dan melestarikan
satwa lewat konsep religi. Mitologi seperti itu sepertinya jauh lebih kuat
daripada seruan atau ajakan untuk melestarikan satwa langka.
Untuk bebanten selamatan bagi
binatang tersebut berbeda-beda menurut macam/golongan binatang-binatang itu
antara lain:
- Untuk bebantenan selamatan bagi
sapi, kerbau, gajah, kuda, dan yang semacamnya dibuatkan bebanten: tumpeng
tetebasan, panyeneng, sesayut dan canang raka.
- Untuk selamatan bagi babi dan
sejenisnya: Tumpeng-canang raka, penyeneng, ketipat dan belayag.
- Untuk bebanten sebangsa unggas,
seperti: ayam, itik, burung, angsa dan lain-lainnya dibuatkan bebanten
berupa bermacam-macam ketupat sesuai dengan nama atau unggas itu
dilengkapi dengan penyeneng, tetebus dan kembang
payas.
Di sanggah/merajan dilakukan
pemujaan, pengastawa Sang Rare Angon yaitu dewanya ternak
dengan persembahan (hayapan / widhi-widhana) berupa suci, peras,
daksina, penyeneng, canang lenga wangi, burat wangi dan pesucian.
2.4
Sumber Sastra Tentang Dunia Peternakan
Dalam
Lontar Sunarigama dinyatakan “Saniscara Kliwon Uye pinaka prakertining sarwa
sato.” Artinya, hari itu hendaknya dijadikan tonggak untuk melestarikan
semua jenis hewan. Tumpek Kandang adalah upacara selamatan untuk
binatang-binatang, binatang yang disemblih dan binatang piaraan, hakekatnya
adalah untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi, Sang Hyang Siwa Pasupatiyang disebut
Rare Angon, penggembala makhluk. Berdasarkan kutipan ini, tegas bahwa yang
dipuja adalah Ida Sang Hyang Widhi, bukan memuja binatang, demikian pula
terhadap tumbuh-tumbuhan, senjata-senjata, gamelan dan sebagainya.
2.5
Solusi Upacara Tumpek Kandang Tidak Dilaksanakan Di Suatu Tempat
Menurut
kami upacara tumpek kandang itu sendiri banyak dilaksanakan di tempat-tempat
yang berada di luar bali. Jikapun ada di daerah tertenu yang tidak melaksanakan
upacara tumpek kandang ini belum ada penelitian secara keseluruhan ke
daerah-daerah tersebut. Jadi belum ada kepastian tentang di mana saja daerah
yang tidak melaksanakan tumpek kandang namun ada kemungkinan daerah yang
masyarakatnya berasal dari bali pastinya masyarakat tersebut melaksanakan
tumpek kandang.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa agama hindu dengan dunia peternakan di Bali sangat
berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena dalam upacara
keagamaan agama hindu di Bali sering menggunakan hewan ternak sebagai sarana
upacara salah satu contohnya yaitu mecaru. Dalam agama hindu di Bali hewan
ternak mempunyai keistimewaan dengan diadakannya tumpek kandang.
3.2
Saran
Makalah kami sangat jauh dari kata
sempurna jadi kami mohon kritik dan sarannya yang bersifat mambangun.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar