Minggu, 05 Juni 2016

PENGARUH AGAMA HINDU DENGAN DUNIA PETERNAKAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Agama adalah sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Mahakuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya. Kata "agama" berasal dari bahasa Sanskerta, āgama yang berarti "tradisi". Kata lain untuk menyatakan konsep ini adalah religi yang berasal dari bahasa Latin religio dan berakar pada kata kerja re-ligare yang berarti "mengikat kembali". Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan. Menurut filolog Max Müller, akar kata bahasa Inggris "religion", yang dalam bahasa Latin religio, awalnya digunakan untuk yang berarti hanya "takut akan Tuhan atau dewa-dewa, merenungkan hati-hati tentang hal-hal ilahi, kesalehan" ( kemudian selanjutnya Cicero menurunkan menjadi berarti " ketekunan " ).Max Müller menandai banyak budaya lain di seluruh dunia, termasuk Mesir, Persia, dan India, sebagai bagian yang memiliki struktur kekuasaan yang sama pada saat ini dalam sejarah. Apa yang disebut agama kuno hari ini, mereka akan hanya disebut sebagai "hukum". Banyak bahasa memiliki kata-kata yang dapat diterjemahkan sebagai "agama", tetapi mereka mungkin menggunakannya dalam cara yang sangat berbeda, dan beberapa tidak memiliki kata untuk mengungkapkan agama sama sekali. Sebagai contoh, dharma kata Sanskerta, kadang-kadang diterjemahkan sebagai "agama", juga berarti hukum. Di seluruh Asia Selatan klasik, studi hukum terdiri dari konsep-konsep seperti penebusan dosa melalui kesalehan dan upacara serta tradisi praktis. Medieval Jepang pada awalnya memiliki serikat serupa antara "hukum kekaisaran" dan universal atau "hukum Buddha", tetapi ini kemudian menjadi sumber independen dari kekuasaan. Tidak ada setara yang tepat dari "agama" dalam bahasa Ibrani, dan Yudaisme tidak membedakan secara jelas antara, identitas keagamaan nasional, ras, atau etnis. Salah satu konsep pusat adalah "halakha" , kadang-kadang diterjemahkan sebagai "hukum" ",yang memandu praktik keagamaan dan keyakinan dan banyak aspek kehidupan sehari-hari.
Kata Hindu (melalui bahasa Persia) berasal dari kata Sindhu dalam bahasa Sanskerta, yaitu nama sebuah sungai di sebelah barat daya subbenua India, yang dalam bahasa Inggris disebut Indus. Menurut Gavin Flood, pada mulanya istilah 'hindu' muncul sebagai istilah geografis bangsa Persia untuk menyebut suku bangsa yang tinggal di seberang sungai Sindu. Maka dari itu, awalnya istilah 'Hindu' merupakan istilah geografis dan tidak mengacu pada suatu agama. Kata Hindu diserap oleh bahasa-bahasa Europa dari istilah Arab al-Hind, dan mengacu kepada negeri bagi bangsa yang mendiami daerah sekitar sungai Sindu. Istilah Arab tersebut berasal istilah Persia Hindū, yang mengacu kepada seluruh suku di India. Pada abad ke-13, Hindustan muncul sebagai nama alternatif India yang acap disebutkan, yang memiliki arti "Negeri para Hindu". Istilah agama Hindu kemudian sering digunakan dalam beberapa teks berbahasa Sanskerta seperti Rajatarangini dari Kashmir (Hinduka, kr. 1450) dan beberapa teks mazhab Gaudiya Waisnawa dari abad ke-16 hingga ke-18 yang berbahasa Bengali, seperti Caitanyacaritamerta dan Caitanyabhagawata. Istilah itu digunakan untuk membedakan Hindu dengan Yawana atau Mleccha. Sejak abad ke-18 dan seterusnya, istilah Hindu digunakan oleh para kolonis dan pedagang dari Eropa untuk menyebut para penganut agama tradisional India secara umum.
Ilmu Pendidikan adalah dua kata yang dipadukan, yakni Ilmu dan Pendidikan yang masing-masing memiliki arti dan makna tersendiri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka disebutkan, bahwa Ilmu adalah Pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu. Sedangkan arti Pendidikan, adalah merupakan proses upaya meningkatkan nilai peradaban individu atau masyarakat dari suatu keadaan tertentu menjadi suatu keadaan yang lebih baik. Serta dalam Undang-undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Bab I Pasal 1 dikemukakan, bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terrencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Sedangkan dalam dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1994) Kata Pendidikan diartikan sebagai proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka menjelaskan, bahwa kata Pendidikan berasal dari kata dasar didik, yang artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan arti dari Pendidikan adalah Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, dan perbuatan mendidik.
Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut.  Pengertian peternakan tidak terbatas pada pemeliharaaan saja, memelihara dan peternakan perbedaannya terletak pada tujuan yang ditetapkan. Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal.  Kegiatan di bidang peternakan dapat dibagi atas dua golongan, yaitu peternakan hewan besar seperti sapi, kerbau dan kuda, sedang kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil seperti ayam, kelinci dll.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian agama hindu dengan dunia peternakan?
2.      Bagaimana keterkaitan agama hindu dengan dunia peternakan?
3.      Apa realitas penerapan agama hindu dalam dunia peternakan?
4.      Apa sumber Sastra tentang dunia peternakan?
5.      Apa solusinya upacara tumpek kandang tidak dilaksanakan di suatu tempat?

1.3  Tujuan
1.      Agar kita mengetahui pengertian agama hindu dengan dunia peternakan.
2.      Agar kita mengetahui keterkaitan agama hindu dengan dunia peternakan.
3.      Agar kita mengetahui realitas penerapan agama hindu dalam dunia peternakan.
4.      Agar kita mengetahui sumber sastra tentang dunia peternakan.
5.      Agar kita dapat menyelesaikan masalah upacara tumpek kandang yang tidak dilaksanakan pada suatu tempat.

1.4  Manfaat
1.      Kita mengetahui pengertian agama hindu dengan baik dengan dunia peternakan.
2.      Kita bisa menegetahui secara detail keterkaitan agama hindu dengan dunia peternakan.
3.      Kita dapat melihat secara nyata penerapam agama hindu dalam dunia peternakan.
4.      Kita dapat memahami sumber sastra tentang dunia peternakan.
5.      Kita bisa memecahkan masalah upacara tumpek kandang yang tidak dilaksanakan disuatu tempat.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Agama Hindu dengan Dunia Peternakan
            Kata Hindu (melalui bahasa Persia) berasal dari kata Sindhu dalam bahasa Sanskerta, yaitu nama sebuah sungai di sebelah barat daya subbenua India, yang dalam bahasa Inggris disebut Indus. Menurut Gavin Flood, pada mulanya istilah 'hindu' muncul sebagai istilah geografis bangsa Persia untuk menyebut suku bangsa yang tinggal di seberang sungai Sindu. Maka dari itu, awalnya istilah 'Hindu' merupakan istilah geografis dan tidak mengacu pada suatu agama. Kata Hindu diserap oleh bahasa-bahasa Europa dari istilah Arab al-Hind, dan mengacu kepada negeri bagi bangsa yang mendiami daerah sekitar sungai Sindu. Istilah Arab tersebut berasal istilah Persia Hindū, yang mengacu kepada seluruh suku di India. Pada abad ke-13, Hindustan muncul sebagai nama alternatif India yang acap disebutkan, yang memiliki arti "Negeri para Hindu". Istilah agama Hindu kemudian sering digunakan dalam beberapa teks berbahasa Sanskerta seperti Rajatarangini dari Kashmir (Hinduka, kr. 1450) dan beberapa teks mazhab Gaudiya Waisnawa dari abad ke-16 hingga ke-18 yang berbahasa Bengali, seperti Caitanyacaritamerta dan Caitanyabhagawata. Istilah itu digunakan untuk membedakan Hindu dengan Yawana atau Mleccha. Sejak abad ke-18 dan seterusnya, istilah Hindu digunakan oleh para kolonis dan pedagang dari Eropa untuk menyebut para penganut agama tradisional India secara umum
Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut.  Pengertian peternakan tidak terbatas pada pemeliharaaan saja, memelihara dan peternakan perbedaannya terletak pada tujuan yang ditetapkan. Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang telah dikombinasikan secara optimal.  Kegiatan di bidang peternakan dapat dibagi atas dua golongan, yaitu peternakan hewan besar seperti sapi, kerbau dan kuda, sedang kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil seperti ayam, kelinci dll.
2.2 Keterkaitan Agama Hindu dengan Dunia Peternakan
Tumpek Uye disebut juga Tumpek Wewalungan/Oton Wewalungan atau Tumpek Kandang, yaitu hari selamatan binatang-binatang piaraan (binatang yang dikandangkan) atau binatang ternak (wewalungan). Di dalam hari-hari suci agama Hindu di Bali terdapat enam jenis hari suci Tumpek, yaitu Tumpek Uye (Tumpek Kandang) yaitu upacara selamatan untuk binatang; Tumpek Bubuh atau Tumpek Wariga yakni upacara selamatan untuk tumbuh-tumbuhan; Tumpek Landep yakni selamatan untuk senjata (yang terkait dengan piranti yang tajam); Tumpek Kuningan, selamatan untuk gamelan; Tumpek Wayang selamatan untuk wayang; dan Tumpek Krulut selamatan untuk unggas. Umumnya upacara selamatan untuk unggas ini digabungkan pada hari Tumpak Uye. Dalam peternakan memang tidak asing lagi dihubungkan dengan agama hindu bagi masyarakat bali maupun sekitarnya dan banyak juga pengaruh agama hindu terhadap dunia peternakan. Sebagai contohnya yaitu berbagai jenis ternak  digunakan sebagai sarana untuk melakukan kegiatan agama, hampir disetiap kegiatan agama dalam agama hindu menggunakan sarana ternak baik dari jenis ayam, bebek, babi, dll. Salah satu contohnya yaitu mecaru. Caru adalah bagian dari upacara bhuta yadnya (mungkin dapat disebut sebagai danhyangan dalam bahasa jawa) sebagai salah satu bentuk usaha untuk menetralisir serta menyeimbangkan kekuatan alam semesta/panca maha bhuta.
2.3 Realitas Penerapan Agama Hindu dalam Dunia Peternakan
Mengapa membuat upacara selamatan terhadap hal-hal tersebut ? Dalam ajaran agama Hindu, keharmonisan hidup dengan semua makhluk dan alam semesta senantiasa diamanatkan. Manusia hendaknya selaras dan hidup hamonis dengan alam semesta, khususnya bumi ini dan dengan ciptaan-Nya yang lain, termasuk tumbuh-tumbuhan dan binatang. Dalam ajaran Hindu, semua makhluk diyakini memiliki jiwa yang berasal dari Ida Sang Hyang Widhi. Doa umat Hindu sehari-hari (dalam puja Tri Sandhya) dengan tegas menyatakan  Sarvaprani hitankarah (hendaknya semua makhluk hidup sejahtra) adalah doa yang bersifat universal untuk keseimbangan jagat raya dan segala isinya. Upacara selamatan kepada binatang dimaksudkan untuk menumbuhkan rasa kasih sayang kepada semua binatang, khususnya binatang ternak atau piaraaan.
Pada saat Tumpek Kandang, hewan khususnya ternak dibuatkan otonan. Dalam prosesi ritual itu umat memohon ke hadapan Ida Sang Hyang Widhi agar ternak peliharaannya diberkati kerahayuan. Tetapi, secara filsafati kembali kami tekankan, perayaan Tumpek Uye/Tumpek Kandang  itu mengandung makna bahwa umat hendaknya mengembangkan kasih sayang kepada semua makhluk ciptaan-Nya. Dalam konteks ekonomi, prosesi ritual itu mengamanatkan sektor pertanian dalam arti luas (peternakan) bisa dikembangkan untuk memperkuat sendi-sendi perekonomian masyarakat.
Dikatakannya, dalam Sarasamuscaya ada disebutkan “Ayuwa tan masih ring sarwa prani, apan prani ngaran prana,” yang artinya jangan tidak sayang kepada binatang, karena binatang atau makhluk adalah kekuatan alam. Itu artinya, umat mesti mengembangkan kasih sayang kepada semua makhluk. Khusus pada perayaan Tumpek Kandang, umat memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Siwa Pasupati agar hewan peliharaannya diberkati kerahayuan. Sebab, hewan sangat berguna bagi kehidupan manusia. Misalnya, sapi atau kerbau bagi para petani memiliki peran yang sangat besar dalam membantu aktivitas agrarisnya. Sapi juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Selain dipakai membajak sawah, sapi juga membantu petani untuk meningkatkan kesejahteraan. Harga jualnya cukup menggiurkan, sehingga bisa dijadikan modal oleh petani untuk meningkatkan pendidikan bagi putra-putrinya dan membiayai keperluan hidup yang lain.
Demikian pula ternak yang lain seperti babi, kambing, ayam, itik. Bahkan, babi bagi masyarakat Hindu di Bali sering dijadikan semacam tabungan atau celengan. Ketika umat menyelenggarakan hajatan, babi tersebut dipotong atau jika kepepet uang, ternak yang sering disebut ubuhan tatakan banyu tersebut bisa dijual.
Sebagai hewan yang ditakdirkan sebagai ubuan tunu, ayam, itik, babi dan sebagainya sering dijadikan sumber protein untuk menunjang kehidupan manusia. Untuk kepentingan itu hewan ternak memang terus dikembangkan. Tetapi, khusus hewan-hewan yang lain, terutama satwa langka, umat mesti melestarikannya seperti penyu hijau, burung jalak Bali, menjangan, kera dan sebagainya. Hewan-hewan langka tersebut mesti dijaga agar tidak sampai mengalami kepunahan.
Untuk menjaga kepunahan satwa langka, di Bali dikaitkan dengan mitologi. Hewan-hewan tertentu dikatakan sebagai duwe Ida Batara (milik Tuhan), seperti sapi putih duwe, bojog (kera) duwe, lelawah (kelelawar) duwe, lelipi (ular) duwe dan sebagainya. Lewat mitologi seperti itu sesungguhnya umat diajak untuk menjaga dan melestarikan satwa lewat konsep religi. Mitologi seperti itu sepertinya jauh lebih kuat daripada seruan atau ajakan untuk melestarikan satwa langka.
Untuk bebanten selamatan bagi binatang tersebut berbeda-beda menurut macam/golongan binatang-binatang itu antara lain:
  • Untuk bebantenan selamatan bagi sapi, kerbau, gajah, kuda, dan yang semacamnya dibuatkan bebanten: tumpeng tetebasan, panyeneng, sesayut dan canang raka.
  • Untuk selamatan bagi babi dan sejenisnya: Tumpeng-canang raka, penyeneng, ketipat dan belayag.
  • Untuk bebanten sebangsa unggas, seperti: ayam, itik, burung, angsa dan lain-lainnya dibuatkan bebanten berupa bermacam-macam ketupat sesuai dengan nama atau unggas itu dilengkapi dengan penyeneng, tetebus dan kembang payas.
Di sanggah/merajan dilakukan pemujaan, pengastawa Sang Rare Angon yaitu dewanya ternak dengan persembahan (hayapan / widhi-widhana) berupa suci, peras, daksina, penyeneng, canang lenga wangi, burat wangi dan pesucian.
2.4 Sumber Sastra Tentang Dunia Peternakan
Dalam Lontar Sunarigama dinyatakan “Saniscara Kliwon Uye pinaka prakertining sarwa sato.” Artinya, hari itu hendaknya dijadikan tonggak untuk melestarikan semua jenis hewan. Tumpek Kandang adalah upacara selamatan untuk binatang-binatang, binatang yang disemblih dan binatang piaraan, hakekatnya adalah untuk memuja Ida Sang Hyang Widhi, Sang Hyang Siwa Pasupatiyang disebut Rare Angon, penggembala makhluk. Berdasarkan kutipan ini, tegas bahwa yang dipuja adalah Ida Sang Hyang Widhi, bukan memuja binatang, demikian pula terhadap tumbuh-tumbuhan, senjata-senjata, gamelan dan sebagainya.
2.5 Solusi Upacara Tumpek Kandang Tidak Dilaksanakan Di Suatu Tempat
Menurut kami upacara tumpek kandang itu sendiri banyak dilaksanakan di tempat-tempat yang berada di luar bali. Jikapun ada di daerah tertenu yang tidak melaksanakan upacara tumpek kandang ini belum ada penelitian secara keseluruhan ke daerah-daerah tersebut. Jadi belum ada kepastian tentang di mana saja daerah yang tidak melaksanakan tumpek kandang namun ada kemungkinan daerah yang masyarakatnya berasal dari bali pastinya masyarakat tersebut melaksanakan tumpek kandang.


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa agama hindu dengan dunia peternakan di Bali sangat berhubungan dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena dalam upacara keagamaan agama hindu di Bali sering menggunakan hewan ternak sebagai sarana upacara salah satu contohnya yaitu mecaru. Dalam agama hindu di Bali hewan ternak mempunyai keistimewaan dengan diadakannya tumpek kandang.
3.2 Saran
            Makalah kami sangat jauh dari kata sempurna jadi kami mohon kritik dan sarannya yang bersifat mambangun.





DAFTAR PUSTAKA




Tidak ada komentar:

Posting Komentar