BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Analisis proksimat adalah suatu metode analisis
kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat,
lemak, dan serat pada suatu zat makanan dari bahan pakan atau pangan. Pendapat
itu didukung oleh pernyataan Mulyono (2000), menyatakan bahwa analisis
proksimat adalah analisis atau pengujian kimia yang dilakukan untuk bahan baku
yang akan diproses lebih lanjut dalam industri menjadi barang jadi. Analisis
proksimat memiliki manfaat sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan
terutama pada standar zat makanan yang seharusnya terkandung didalamnya.
Analisis proksimat dikembangkan di Weende experiment Station Jerman. Cara ini
sering disebut cara Weende. Jenis analisa yang dimaksut didalamnya adalah
penentuan bahan kering (BK), protein kasar (PK), serat kasar (SK), eter ekstrak
(EE), abu dan energi bomb.
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat
dimakan oleh ternak dan tidak beracun terhadap ternak tersebut.Mengenalibahan
pakan adalah sebagai kewajiban bagi setiap mahasiswa yang berada di fakultas
peternakan.
Pentingnya bahan pakan khususnya untuk ternak
merupakan hal yang tidak bisa kita pungkiri untuk kita tidak mempelajarinya.
Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, menjadikan kebutuhan protein
hewani juga meningkat. Peningkatan jumlahpenduduk diikuti dengan meningkatnya
kebutuhan lahan untuk perumahan. Hal ini menyebabkan luas lahan pertanian
mengalami penurunan, yang berpengaruh pada ketersediaan hijauan sumber pakan
ternak ruminansia dan bahan konsentrat.
Tingginya konsumsi ternak terhadap pakan membuat
para peternak sapi,ayam,kambing maupun hewan ternak lainnya mencari alternative
pakan selain hijauan dan dedak padi pada umumnya.Para peternak pada saat ini telah
menambahkan protein,sumber energi,mineral,dan lain sebagainya. Tentu dengan
berbagai jenis pakan yang ada disekitar kita baik dalam bentuk bungkil maupun
limbah dari pertanian dan limbah dari pengolahan tempe dan tahu. Kebutuhan
protein hewani yang kian meningkat, harus diikuti dengan peningkatan produksi
tenak ruminansia sebagai salah satu sumber protein hewani, sebagai upaya untuk
mencapai swasembada daging sapi 2014. Upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan produksi ternak ruminansia diantaranya dengan perbaikan kualitas bibit
ternak (secara genetik), peningkatan mutu pakan ternak, dan peningkatan
kualitas kesehatan ternak.
Pakan ternak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan
dapat berupa hasil tanaman maupun hasil sisanya, sedangkan yang berasal dari
hewan banyak berasal dari hasil sisa produksi yang hasil utamanya sudah
dimanfaatkan oleh manusia. Tubuh ternak terdiri atas zat-zat gizi, sehingga
ternak memerlukan zat-zat gizi dari luar yang dapat dipakai oleh ternak untuk
menjaga kehidupan. Agar kualitas dan kuantitas nutrien yang dibutuhkan ternak
terpenuhi maka harus dibuat ransum khusus yang disebut ransum serasi-seimbang
yaitiu ransum yang diformulasikan dan dibuat sedemikian rupa sehingga bahan
pakan yang digunakan dan nutrien yang terkandung didalamnya baik dalam macam,
jumlah, dan proporsinya memenuhi persyaratan yang sesuai dengan kondisi dan
tujuan pemeliharaan ternak.
Bahan pakan merupakan suatu bahan yang dapat
dimakan,disukai, dan dapat dicerna sebagian atau seluruhnya, dapat diabsorbsi,
bermanfaat bagi ternak dan tidak menganggu kesehatan ternak tersebut. Secara
umum bahan pakan terbagi dalam delapan klas yaitu: hijuaan kering atau jerami
padi, hijauan segar, silage, sumber energi, sumber protein, sumber mineral,
sumber vitamin, dan aditif pakan.
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat
dimakan oleh ternak dan tidak beracun terhadap ternak tersebut.Mengenalibahan
pakan adalah sebagai kewajiban bagi setiap mahasiswa yang berada di fakultas
peternakan.
Pentingnya bahan pakan khususnya untuk ternak
merupakan hal yang tidak bisa kita pungkiri untuk kita tidak mempelajarinya.
Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, menjadikan kebutuhan protein
hewani juga meningkat. Peningkatan jumlahpenduduk diikuti dengan meningkatnya
kebutuhan lahan untuk perumahan. Hal ini menyebabkan luas lahan pertanian
mengalami penurunan, yang berpengaruh pada ketersediaan hijauan sumber pakan
ternak ruminansia dan bahan konsentrat.
Bahan pakan adalah segala sesuatu yang bisa
dimakan oleh ternak yang dapat dicerna secara keseluruhan ataupun sebagian oleh
ternak. Ransum adalah campuran jenis pakan yang diberikan kepada ternak selama
24 jam tanpa memperhitungkan kebutuhannya.
Dedak
padi merupakan limbah pengolahan padi menjadi beras dan kualitasnya
bermacam-macam tergantung dari varietas padi. Dedak padi adalah hasil samping
pada pabrik penggilingan padi dalam memproduksi beras. Dedak padi merupakan
bagian kulit ari beras pada waktu dilakukan proses pemutihan beras. Dedak padi
digunakan sebagai pakan ternak, karena mempunyai kandungan gizi yang tinggi,
harganya relatif murah, mudah diperoleh, dan penggunaannya tidak bersaing
dengan manusia. Menurut (Schalbroeck, 2001), produksi dedak padi di Indonesia
cukup tinggi per tahun dapat mencapai 4 juta ton dan setiap kuwintal padi dapat
menghasilkan 18-20 gram dedak, sedangkan menurut Yudono et al. (1996) proses penggilingan padi dapat menghasilkan beras giling
sebanyak 65% dan limbah hasil gilingan sebanyak 35%, yang terdiri dari sekam
23%, dedak dan bekatul sebanyak 10%. Protein dedak berkisar antara 12-14%,
lemak sekitar 7-9%, serat kasar sekitar 8-13% dan abu sekitar 9-12% (Murni et al., 2008).
Dedak
padi merupakan bahan pakan yang telah digunakan secara luas oleh sebagian
peternak di Indonesia. Sebagian bahan pakan yang berasal dari limbah agroindustri.
Dedak mempunyai potensi yang besar sebagai bahan pakan sumber energi bagi
ternak (Scott et al.,1982). Kelemahan utama dedak
padi adalah kandungan serat kasarnya yang cukup tinggi, yaitu 13,0% dan adanya
senyawa fitat yang dapat mengikat mineral dan protein sehingga sulit dapat
dimanfaatkan oleh enzim pencernaan. Inilah yang merupakan faktor pembatas
penggunaannya dalam penyusunan ransum. Namun, dilihat dari kandungan proteinnya
yang berkisar antara 12-13,5 %, bahan pakan ini sangat diperhitungkan dalam
penyusunan ransum unggas. Dedak padi mengandung energi termetabolis berkisar
antara 1640 – 1890 kkal/kg. Kelemahan lain pada dedak padi adalah kandungan
asam aminonya yang rendah, demikian juga halnya dengan vitamin dan mineral
(Rasyaf, 2004).
Sebagai
bahan pakan. Dedak padi mempunyai beberapa karakter yaitu mempunyai struktur
yang cukup kasar, Mempunyai bau khas wangi dedak, Berwarna coklat dan tidak
menggumpal, Dedak padi umumnya tidak tahan disimpan dan cepat menjadi tengik.
Hal ini disebabkan oleh tingginya kandungan lemak. Dedak padi ketersediaannya
sangat dipengaruhi oleh waktu atau musim. Pakan ini merupakan bahan yang
bersifat mudah rusak selama penyimpanan jika disimpan melebihi waktu tertentu.
1.2. Rumusan Masalah
- Apa yang dimaksud dengan Analisa proksimat?
- Bagaimana cara dalam menganalisis dari jenis proksimat?
1.3. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui
dan memahami apa yang
dimaksud dengan Analisa proksimat
2.
Untuk
mengetahui
Bagaimana cara
dalam
menganalisis
dari
jenis
proksimat.
1.4. Manfaat
1. Agar
mahasiswa mengerti dan memahami apa yang dimaksud dengan Analisa proksimat
2.
Agar
mahasiswa
mampu mengetahui
Bagaimana cara
dalam
menganalisis
dari
jenis
proksimat.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
Analisis
makronutrien analisis proksimat meliputi kadar abu total, air total, lemak
total, protein total dan karbohidrat total, sedangkan untuk kandungan
mikronutrien difokuskan pada provitamin A (β-karoten) (Sudarmadji et al.,
1996). Analisis vitamin A dan provitamin A secara kimia dalam buah-buahan dan
produk hasil olahan dapat ditentukan dengan berbagai metode diantaranya
kromatografi lapis tipis, kromatografi kolom absorpsi, kromatografi cair
kinerja tinggi, kolorimetri dan spektrofotometri sinar tampak (Susi . 2001).
Analisa proksimat
merupakan pengujian kimiawi untuk mengetahui kandungan nutrien suatu bahan baku
pakan atau pakan. Metode analisa proksimat pertama kali dikembangkan oleh
Henneberg dan Stohman pada tahun 1860 di sebuah laboratorium penelitian di
Weende, Jerman (Hartadi et al.,
1997). McDonald et al. (1995) menjelaskan bahwa analisa proksimat dibagi
menjadi enam fraksi nutrien yaitu kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar,
serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN).
Bahan pakan
mengandung zat-zat kimia yang secara umum semua makanan mengandung air yang
lebih banyak dari kandungan lain. Tinggi rendahnya kadar air mempengaruhi
kebutuhan hewan akan air minum. Banyaknya air yang terkandung pada suatu bahan
makanan dapat diketahui jika bahan tersebut dipanaskan atau dikeringkan pada
temperatur tertentu. Menurut Krishna (1980), komponen air adalah air dan
senyawa organik yang mudah menguap. Abu sendiri terdiri dari unsur mineral,
namun bervariasinya kombinasi unsur mineral dalam bahan pakan asal tanaman
menyebabkan abu tidak dapat dipakai sebagai indek untuk menentukan jumlah unsur
mineral tertentu.
1. Kadar air
Kadar air dalam
bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan
pangan tersebut. Oleh karena itu, penentuan kadar air dari suatu bahan
pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian
mendapat penanganan yang tepat Hafez, E.S.E. (2000).
Defano (2000)
menyatakan ditiap bahan pakan yang paling kering sekalipun,masih terdapat
kandungan air walaupun dalam jumlah yang kecil.Bahan yang paling banyak
mengadung kadar air adalah tepung kedele dengan nilai 18,1490 dan yang
memiliki berat kering paling besar adalah tepung darah dengan nilai
99,7501.Kadar bahan kering ini pun dapat berubah-ubah,tergantung dari suhu dan
kelembaban dari suatu wilayah ternak itu dipelihara.
Banyaknya kadar air
dalam suatu bahan pakan dapat diketahui bila bahan pakan tersebut dipanaskan
pada suhu 105⁰C. Bahan kering dihitung sebagai
selisih antara 100% dengan persentase kadar air suatu bahan pakan yang
dipanaskan hingga ukurannya tetap (Anggorodi, 1994). Kadar air adalah
persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat
basah (wet basis) atau berat kering (dry basis). Metode pengeringan melalui
oven sangat memuaskan untuk sebagian besar makanan, akan tetapi beberapa
makanan seperti silase, banyak sekali bahan-bahan atsiri (bahan yang mudah
terbang) yang bisa hilang pada pemanasan tersebut (Winarno, 1997).
2. Protein Kasar
Anggorodi (2005)
menyatakan protein adalah esensial bagi kehidupan karena zat tersebut merupakan
protoplasma aktif dalam semua sel hidup.Bahan yang paling banyak mengandung
protein kasar adalah bungkil kedele.Karena nya,bungkil kedele mengandung asam
amino paling tinggi dari bahan yang kami praktikumkan. Susi(2001) menyatakan bahwa bahan ekstrak tanpa
nitrogen adalah kandungan zat makanan dikurangi persentase air,abu,protein
kasar,lemak kasar,dan serat kasar. Kadar Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen dihitung
sebagai nutrisi sampingan dari protein.
Kadar protein pada
analisa proksimat bahan pakan pada umunya mengacu pada istilah protein kasar.
Protein kasar memiliki pengertian banyaknya kandungan nitrogen (N) yang
terkandung pada bahan tersebut dikali dengan 6,25. Definisi tersebut
berdasarkan asumsi bahwa rata-rata kandungan N dalam bahan pakan adalah 16 gram
per 100 gram protein (NRC, 2001). Protein kasar terdiri dari protein dan
nitrogen bukan protein (NPN) (Cherney, 2000).
Protein merupakan
salah satu zat makanan yang berperan dalam penentuan produktivitas ternak.
Jumlah protein dalam pakan ditentukan dengan kandungan nitrogen bahan pakan
kemudian dikali dengan faktor protein 6,25. Angka 6,25 diperoleh dengan asumsi
bahwa protein mengandung 16% nitrogen. Kelemahan analisis proksimat untuk
protein kasar itu sendiri terletak pada asumsi dasar yang digunakan. Pertama,
dianggap bahwa semua nitrogen bahan pakan merupakan protein, kenyataannya tidak
semua nitrogen berasal dari protein dan kedua, bahwa kadar nitrogen protein
16%, tetapi kenyataannya kadar nitrogen protein tidak selalu 16% (Soejono,
1990). Menurut Siregar (1994) senyawa-senyawa non
protein nitrogen dapat diubah menjadi protein oleh mikrobia, sehingga kandungan
protein pakan dapat meningkat dari kadar awalnya. Sintesis protein dalam rumen
tergantung jenis makanan yang dikonsumsi oleh ternak. Jika konsumsi N makanan
rendah, maka N yang dihasilkan dalam rumen juga rendah. Jika nilai hayati
protein dari makanan sangat tinggi maka ada kemungkinan protein tersebut
didegradasi di dalam rumen menjadi protein berkualitas rendah.
3. Serat Kasar
Serat kasar terdiri
dari selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa merupakan
komponen dinding sel tumbuhan dan tidak dapat dicerna oleh ternak monogastrik.
Hewan ruminansia mempunyai mikroorganisme rumen yang memiliki kemampuan untuk
mencerna selulosa dan hemiselulosa (Chandra. 2001).
Fraksi serat kasar
mengandung selulosa, lignin, dan hemiselulosa tergantung pada species dan fase
pertumbuhan bahan tanaman (Anggorodi, 1994). Pakan hijauan merupakan sumber
serta kasar yang dapat merangsang pertumbuhan alat-alat pencernaan pada ternak
yang sedang tumbuh.
Tingginya kadar serat kasar dapat menurunkan daya rombak mikroba rumen (Farida,
1998) menyatakan bahwa Serat kasar merupakan kemudahan bagi makluk hidup
untuk mendapatkan zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Danuarsa,
(2006) menyatakan bahwa kandungan serat kasar yang tinggi padapakan akan
menurunkan koefisiensi cerna dalam bahan pakan tersebut,karena serat kasar megandung bagian yang sukar
untuk dicerna. Danuarsa, (2006) menyatakan bahwa Serat kasar adalah
semua zat organik yang tidak larut dalam H2SO4 0,3 N dan dalam NaOH
1,5 N yang berturur-turut dimasak selama 30 menit.. Kamal
(1998) menyatakan analisis kadar serat kasar adalah usaha untuk mengetahui
kadar serat kasar dalam bahan baku
pakan pelaksanaan dilaboratorium biasanya dilakukan secara kimiawi dengan
metode mendell.
Cairan
retikulorumen mengandung mikroorganisme, sehingga ternak ruminasia mampu
mencerna hijauan termasuk rumput-rumputan yang umumnya mengandung selulosa yang
tinggi (Tillman et al., 1991). Langkah pertama metode pengukuran kandungan
serat kasar adalah menghilangkan semua bahan yang terlarut dalam asam dengan
pendidihan dengan asam sulfat bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan
pendidihan dalam larutan sodium alkali. Residu yang tidak larut adalah serat
kasar (Soejono, 1990).
Serat kasar
merupakan bagian dari karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang tersisa
setelah didigesti dengan larutan asam sulfat standar dan sodium hidroksida pada
kondisi terkondisi (Suparjo, 2010). Serat kasar sebagian besar berasal dari sel
dinding tanaman dan mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin (Suparjo,
2010). Lu et al. (2005)
menyatakan bahwa serat pakan secara kimiawi dapat digolongkan menjadi serat kasar, neutral detergent fiber, acid
detergent fiber, acid detergent lignin, selulosa dan hemiselulosa. Peran serat pakan sebagai
sumber energi erat kaitannya dengan proporsi penyusun komponen serat seperti
selulosa, hemiselulosa dan lignin (Suparjo, 2010). Menurut Cherney (2000) serat
kasar terdiri dari lignin yang tidak larut dalam alkali, serat yang berikatan
dengan nitrogen dan selulosa.
4. Kadar Abu
Analisa kadar abu
bertujuan untuk memisahkan bahan organik dan bahan anorganik suatu bahan pakan.
Kandungan abu suatu bahan pakan menggambarkan kandungan mineral pada bahan
tersebut. Menurut Cherney (2000) abu terdiri dari mineral yang larut dalam
detergen dan mineral yang tidak larut dalam detergen Kandungan bahan organik
suatu pakan terdiri protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak
tanpa nitrogen (BETN).
Karra (2007) menyatakan bahwa pemanasan di dalam tanur adalah dengan suhu 400-600 derajat Celcius dan
Halim (2006) menyatakan bahwa zat anorganik yang tertinggal di dalam pemanasan
dengan tanur disebut dengan abu (ash) . Disini, bahan pakan ternak yang paling
banyak mengandung kadar abu adalah tepung kulit kerang dengan persentase
92,9000. Ini disebabkan karena tepung kulit kerang memang terdiri bahan
anorganik yang terdiri dari mineral - mineral seperti kapur.
Jumlah abu dalam
bahan pakan hanya penting untuk menentukan perhitungan bahan ekstrak tanpa
nitrogen (Soejono, 1990). Kandungan abu ditentukan dengan cara mengabukan atau
membakar bahan pakan dalam tanur, pada suhu 400-600oC sampai semua
karbon hilang dari sampel, dengan suhu tinggi ini bahan organik yang ada dalam
bahan pakan akan terbakar dan sisanya merupakan abu yang dianggap mewakili
bagian inorganik makanan. Namun, abu juga mengandung bahan organik seperti
sulfur dan fosfor dari protein, dan beberapa bahan yang mudah terbang seperti
natrium, klorida, kalium, fosfor dan sulfur akan hilang selama pembakaran.
Kandungan abu dengan demikian tidaklah sepenuhnya mewakili bahan inorganik pada
makanan baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif (Anggorodi,
1994).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1 Pengambilan dan Penyusunan Sampel
3.1.1 Pengambilan Sampel
Sampling atau pengambilan sampel
pada prinsipnya adalah pengambilan sampel yang dapat menggambarkan dan mewakili
keseluruhan bahan. Maka dari itu pengambilan sampel dilakukan beberapa kali di
berbagai lokasi, umpama bagian tengah, pinggir, atas atau bawah. Kuantitas yang
diambil di setiap lokasi tadi sama beratnya. Setelah itu dicampur sampai rata.
Oleh karena untuk untuk analisa hanya diperlukan sampel sedikit, maka perlu
mengurangi atau mereduksi kuantitas sampel, jadi homogenitas merupakan syarat
yang mutlak dalam pengambilan sampel.
Ada beberapa bahan agak sukar
membuat homogen seperti bahan yang bentuknya agak panjang atau butiran besar,
bahan seperti itu dibuat menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dengan jalan
memotong atau menggiling. Setelah itu baru dicampur dengan sampel homogen.
3.1.2 Perlakuan Sampel
Pada umumnya tidak semua sampel yang
dikirim ke laboratorium atau yang
diambil sudah siap untuk dianalisa. Jadi sampel perlu mendapat perlakuan agar
siap dianalisa.
Tahap persiapan
sampel seperti berikut :
a.
Sampel
yang baru dating atau yang baru diambil ditimbang dengan segera.
b.
Pisahkan
antara bagian yang dapat dimakan dengan yang lainnya lalu ditimbang
masing-masing bagian.
c.
Untuk
hijauan seperti rumput dipotong pendek 2-3 cm.
d.
Bila
sampel terlalu banyak ambil sub sampel secukupnya :
·
100
gram untuk sampel berkadar air rendah.
·
500
gram untuk sampel berkadar air tinggi.
e.
Masukkan
ke kantong kertas yang sudah diketahui beratnya.
f.
Timbang
dan oven di forced draught oven pada suhu 70˚C sampai kering yang ditandai
dengan bahan mudah dipatahkan dan keluar bunyi bila diremas.umumnya proses ini
berlangsung 36-48 jam.
g.
Bahan
dikeluarkan dan dibiarkan pada suhu kamar untuk menyeimbangkan kandungan air
bahan.
h.
Timbang
(berat kering udara)
i.
Sampel
yang sudah kering digiling dengan gilingan bersaringan 1 mm.
j.
Hasil
gilingan disimpan dalam kantong plastik atau botol yang bertutup vakum.
k.
Beri
label atau etiket pada botol atau kantong plastic.
3.2 Analisisa proksimat
Analisa proksimat dikembangkan
diweende experiment station Jerman. Cara ini sering disebut cara Weende. Jenis
analisa yang termaksud didalamnya adalah penentuan :
a.
Bahan
kering ( BK )
b.
Protein
kasar ( PK )
c.
Serat
kasar ( SK )
d.
Eter
ekstrak ( EE )
e.
Abu
3.2.1 Penentuan Bahan Kering atau Kadar Air
Alat-alat :
1. Cawan
porselin
2. Neraca
analitik
3. Desikator
4. Oven
5. Pingset
atau gegep
Cara kerja
1. Cawan
dicuci, dibilas dan dikering anginkan.
2. Ovenkan
pada suhu 105-110 ºC sampai bobot tetap, biasanya selama 3 jam
3. Dinginkan
dalam desikator selama 30 menit
4. Timbang
sebagai berat konstan cawan
5. Kedalam
cawan masukkan sampel sebanyak 1-20000 g, timbang sebagai bobot awal
6. Tentukan
bobot konstan cawan dan sampel dengan jalan
a. Ovenkan
selama 9-12 jam pada suhu 105-110ºC
b. Dinginkan
dalam desikator 30 menit
c. Timbang
sebagai bobot akhir
d. Untuk
meyakinkan bobot konstan, dapat diovenkan lagi seperti diatas
e. Atau
ovenkan selama 2 jam pada suhu 135º kurang lebih 2˚C , kemudian timbang
3.2.2 Protein Kasar
1.
Makro Kjeldahl
Prinsip kerja :
Ikatan
nitrogen suatu bahan akan dipecah dan diikat oleh asam sulfat pekat dalam
bentuk ammonium sulfat. Dalam suasana basa amonium sulfat akan melepas
amonianya dan di tangkap oleh larutan asam. Dengan jalan titrasi kandungan
nitrogen dapat diketahui.
Dasar reaksi :
Alat :
1.
Labu
kjeldahl
2.
Neraca
analitik
3.
Butiran
gelas
4.
Alat
destruksi
5.
Corong
penyaring
6.
Labu
ukur
7.
Gelas
ukur
8.
Erlenmeyer
9.
Alat
destilasi
10. Burret
Zat kimia
1.
asam
sulfat pekat
2.
natrium
hidroksida 50% (50gam/10ml)
3.
asam
boraks 2% (2gam/100ml)
4.
asam
klorida 0,1 N
5.
tablet
katalis (1g sodium sulfat anhydrous + 10 mg Se)
6.
indicator
campuran (20 ml Bromo Chresol Geen 0,1% + 4ml metyl Red 0,1% dalam alcohol)
Cara kerja
:
Pase
destruksi :
1.
masukkan
ke labu kjeldahl 1 g sampel , tambah 2 butir tablet katalis
2.
masukkan
1 butiran gelas
3.
tambah
15-20 ml asam sulfat pekat
4.
destruksi
dalam suhu rendah sampai asap hilang
5.
suhu
dinaikkan dan destruksi sampai jernih
6.
lanjutkan
pemanasan 15 menit lagi , tapi cegah kekeringan
7.
bilas
dan pindahkan secara kuantitatif ke labu ukur 50 ml.
pase destilasi :
1.
panaskan
alat destilasi markham
2.
pemanasan
sudah cukup bila cairan sudah tertampung 25 ml
3.
masukkan
5 ml cairan hasil destruksi
4.
tambah
10 ml natrium hidroksida 50%
5.
tamping
dengan 5 ml asam borak 2% yang sudah dicampur dengan indicator ( 1 L asam borak
2% + 20 ml 0,1 % Brom Chresol green + 4 ml 0,1 Metyl Red )
6.
destilasi
sampai tertampung 25 ml.
7.
bilas
ujung kondensor
2. Semi mikro
kjeldahl ( ICW )
Prosudure sama yang
berbeda dengan makro adalah berat sampel, volume zat kimia dan volume destilasi
serta pengenceran .
Alat yang digunakan :
Sama dengan makro kecuali
alat destilasi ICW (Ivan , clack, white ).
Zat kimia :
Zat yang digunakan sama
dengan makro.
Cara kerja :
1.
300
mg sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu kjeldahl
2.
Tambah
1 tablet katalis dan 1 butiran gelas
3.
Tambah
5 ml asam sulfat pekat.
4.
Destruksi
seperti makro
5.
Setelah
selesai tidak ada pengenceran akan tetapi semuanya didestilasi.
6.
Pasang
pada alat destilasi ICW
7.
Tambah
25 ml natrium hidroksida 50% perlahan – lahan
8.
Destilasi
dengan alat destilasi ICW.
9.
Tampung
20 ml dengan asam borak2% yang sudah dicampur dengan indicator, destilasi
selesai bila sudah tertampung 50ml
10. Titrasi seperti pada makro.
3.2.3 Serat Kasar
Prinsip :
Setiap zat yang
dapat larut dalam larutan asam lemah dan basa lemah dalam prosudure ini dapat
dihilangkan , yang tinggal dalam saringan adalah serat kasar dan abu. Serat
kasar akan terbakar dalam tanur sehingga serat kasar di dapat dari berat
sebelum dan sesudah dibakar.
Alat dan bahan :
1.
Gelas
piala tinggi 600 ml
2.
Cawan
porselin
3.
Kertas
saring
4.
Corong
Buchner
5.
Kondensor
6.
Penangas
pasir
7.
Pompa
vakum
8.
Aquadest
Pereaksi :
1.
H2SO4
0,3 N
2.
NaOH 1,5 N
3.
alkohol
4.
aceton
Cara kerja :
1.
Timbang
1 g sampel ke dalam gelas piala tinggi 600 ml
2.
Tambahkan
50 ml H2SO4 0,3 N
3.
Letakkan
di atas penangas pasir atau hot plate
4.
Didihkan
selama 30 menit
5.
Tambahkan
25 ml NaOH 1,5 N dan terus didihkan selama 30 menit.
6.
Siapkan
kertas saring bebas abu yang telah dikeringkan bersama cawan porselin dalam
oven 105-110˚C , catat beratnya.
7.
Saring
dengan bantuan pompa vakum
8.
Lalu
cuci berturut – turut dengan :
a.
Aquadest
panas 50 ml
b.
H2SO4 0,3 N 50 ml
c.
Aquadest
panas 50 ml
d.
Alkohol
25 ml dan
e.
Aceton
25 ml
9.
Pindahkan
kertas saring yang berisi residu ke dalam cawan porselin
10. Keringkan dalam oven 105-110˚C selama 1-3 , timbang
dan catat bobot tetapnya
11. Lanjutkan dengan pengabuan pada 400-600˚ C selama 1-3
jam , dinginkan dalam desikator dan timbang.
3.2.4 . Eter ekstrak
Prinsip :
Semua zat yang
larut dalam pelarut lemak akan terektreasi apabila pengekstrasian dilakukan
dalam jangka waktu tertentu. Kehilangan berat pada sampel atau penambahan berat
pada ekstrator atau pelarut adalah kadar eter ekstrak. Pelarut lemak seperti
eter , chloroform , petroleum benzena . zat yang larut didalamnya seperti lemak
, asam lemak , resin , lipid , klorofil.
Alat :
5.
Ekstraktor
soxchlet
6.
Neraca
analitik
7.
Desikator
8.
Timbel
atau kertas saring
9.
Oven
10. Pinset
Zat kimia :
Petroleum benzena B.P. 60 - 80˚C
Cara kerja
:
1.
Masukkan
sampel kedalam timbel 1-2 gam
2.
Hilangkan
kandungan airnya dengan mengovenkan selama 9 jam pada suhu 105-110˚C
3.
Dinginkan
dalam desikator selama 30 menit
4.
Timbang
( berat timbel + sampel )
5.
Masukkan
ke alat soxhlet
6.
Isi
labu lemak dengan petroleum benzena secukupnya
7.
Ekstraksi
selama kurang lebih 18 jam dengan tetesan 8-12 permenit
8.
Timbel
diambil dan keringkan selama 3 jam dalam oven dengan suhu 105-110˚C
9.
Dinginkan
dalam desikator selama 30 menit
10. Timbang berat timbel + sampel setelah diekstraksi.
3.2.5 Abu
Alat-alat
1. Cawan
porcelin
2. Neraca
analitik
3. Desikator
4. Piset
atau gagap
5. Tanur
listrik
Cara kerja
1. Cuci
cawan porcelin, bilas dan keringkan
2. Tentukan
berat konstannya dengan cara:
-Masukan dalam tanur
listrik 2-3 jam pada suhu 500ᵒC
-Dinginkan dalam desikator selama 30 menit
-Timbang berat cawan kosong
-Dinginkan dalam desikator selama 30 menit
-Timbang berat cawan kosong
3.
Masukan sample 1-2 gram
4. Bakar dalam tanur 3-6 jam suhu
500ᵒC sampai menjadi abu yang ditandai
Oleh warna putih keabu-abuan tanpa
bintik-binti hitam
5.
Dinginkan dalam desikaror
6.
Timbang berat cawan + abu
3.2.6 Energi bruto
Alat-alat:
1. Neraca
analitik
2. Pembuat
pelet
3. Kawat
platina/chormium
4. Automaticadiabatic
bombcalorimeter
5. Cawan
baja
6. Benang
kapas
7. Biuret
8. Pinset
Zat
kimia :
1. Nitrogen
benzoat
2. Oksigen
3. Air
pendingin
4. Natrium
karbohidrat
5. Es
blok
Cara
kerja:
I Mempersiapkan automatic adiabatic bomb
calorimeter :
1. Alirkan
air pendingin dengan aliran 300 ml / menit
2. Selang
untuk menglirkan air pendinginan dimasukan ke dalam ember yang berisi es balok
agar air lebih dingin
3. Tabung
penyerap panas diisi 3 kg aquadest
4. Tabung
pembungkus juga diisi aquadest sampai penuh yang ditandai dengan ada aquadest
yang keluar
5. Ke
dalam tabung pembungkus dimasukan sedikit natrium carrbonat (40 mg) sebagai
pengantar listri
6. Lampu
petunjuk akan menyala bila bomb dihidupkan
7. Untuk
lampu petunjuk pemanas, baru menyala setelah suhu ditabung pembungkus lebih
rendah daripada tabung penyerap panas. Hal ini terjadi karena pemanasan
(heater) mulai bekerja untuk menaikan suhu
8. Keseimbangn
suhu tercapai, ditandai dengan nyala lampu petunjuk hidup dan mati yang periodenga
teratur, disampingitu bunyi relay juga teratur
9. Petunjukan
relai dipasang pada angka 6-8 relay adalah alat pengaatur pemanas untuk bekerja
, pemanas bekerja, pemanas bekerja apabila ada perintah dari relay, perintah
timbul karena ada perbedaan suhu antara tabung penyerap panas dengan tabung
pembungkus yang dikontrol oleh termoster yang tercelup didalamnya
10. Bila
relay berfungsi secara sempurna suhu ditabung pembungkus selalu lebih tinggi (
1-2 drajat celcius) dari suhu di tabung penyerap panas, dengan demikian tidak
ada panas yang keluar dari tabung penyerap panas
11. Bomb
siap dipakai bila sudah terjadi keseimbangan suhu antara tabung pembungkus dan
penyerap panas
II
Mempersiapkan pelet
1. Timbang
cawan baja kosong
2. Timbang
sample ±1 gram
3. Buat
pelet
4. Masukan
pelet ke cawan baja
5. Timbang :
a. Berat cawan + pelet
b. Berat
cawan kosong
c. Berat
pelet
III Mempersiapkan tabung pembakaran
1. Hubungan
elektrode pada tutp tabung pembakaran dengan kawat platina
2. Letakkan
cawan yang sudah berisi pelet pada tempatnya
3. Hubungan
pelet dengan kawat platin dengan benang sebaiknya kedua ujung benang ditindih
oleh pelet
4. Isi
tabung bomb 1 ml aquadest,tutup dan alirkan oksigen sampai 25-30 atmosfir
5. Periksa kebocoran tabung dengan mencelupkan tabung
air, bila bocor perbaiki dan isi kembali O2
IV Pemasangan tabung pembakaran di alat bomb calorimeter
1.
Masukkan
tabung pembakaran ke dalam tabung penyerap panas. Tabung tersebut terendam
sempurna
2.
Penutup
bom calorimeter dipasang
3.
Lampu
penunjuk tanda hubungan aliran listrik dan lampu tanda siap di bomp akan
menyala
4.
Bila
tidak menyala, periksa dimana hubungan listrik tidak sempurna
5.
Bomb
calorimeter siap bekerja bila suhu sudah seimbang
6.
Baca
suhu awal pengeboman
7.
Tekan
tombol pengeboman
8.
Perhatikan
kenaikan suhu pada thermometer yang dipasang ditabung penyerap panas
9.
Suhu
akan naik dengan cepat yang ditandai oleh bunyi relay yang panjang dan lampu
tanda pemanas
10. Baca suhu 3 menit setelah pengeboman dan setiap 1
menit berikutnya sampai suhu maksimal atau stabil , lalu keluarkan tabung
pembakaran
11. Gas produk pembakaran dikeluarkan dengan pintilnya.
12. Buka tutup tabung pembakaran , pembakan sempurna
apabila terlihat abu berwarna putih ke abu-abuan.
13. Cuci tabung pembakaran dengan air dan bilas dengan
aquadest.
14. Ambil dan copot
V
Menentukan bomb faktor
1.
Timbang
asam benzoat 1 gram, buat pellet
2.
Pellet
di bomb seperti diatas
3.
Untu
menentukan bomb faktor paling sedikit di bomb 20 pelet asam benzoat. Nilai
rata-ratanya adalah bomb faktornya.
4.
Untuk
memeriksa kembali bomb faktornya 3 pelet sudsh cukup.
BAB
IV
HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Pengambilan dan perlakuan sampel
a. Hasil
:
Berat kering kantong
kertas = 13,4 gram
Berat (kantong+bahan) = 63,4 gram
Berat bahan =
50 gram
Berat (kantong+bahan)
setalah dioven = 58,8 gram
Berat kering-udara bahan = 45,4 gram
b. Pembahasan
![]() |
|||
![]() |
|||
c.
4.2 Analisa Proksimat
1.) Penentuan Bahan Keringatau Kadar
Air
Hasil
:
a.
Berat konstan cawan
kosong No. 9 = 14,4494 gram
No. 10 =
12,6819 gram
b.
Berat cawan +
sampel No.
9 = 16,3280 gram
No. 10 =
14,6003 gram
c.
Berat cawan +
sampel setelah No. 9 = 16,2385 gram
d.
dioven No. 10 = 14,5103 gram
![]() |
||
![]() |
||
2.
Protein
Kasar
a. Makro
Kjedhal :
Normalitas
asam titrator =
0,1
Mg
equivalen nitrogen =
14
Factor
protein =
6,25
Pengenceran
hasil destruksi 50/5 = 10 kali
Ml
untuk titrasi sampel =
0,25ml
Ml
untuk titrasi blanko =0,02ml
kadar
protein kasar ( %) =………%
b. Pembahasan
![]() |
|
![]() |
c. Semi
mikro kjedhal
Normalitas
asam tritrator = 0,1
Mg
equivalen nitrogen =
14
Factor
protein =
6,25
Ml
untuk titrasi sampel =
6,18ml
Ml
untuk titrasi blanko =0
ml
Mg
sampel =
304,1mg
Hasil
= 17,81%
3.
Serat
Kasar
a. Hasil
:
Berat
sampel :
1,006 gram
Berat
cawan :18,
1231 gram
Berat
kertas saring :0,1811
gram
Berat
cawan + kertas saring :18,
3042gram
Berat
cawan + kertas saring + residu kering :18.
5548
Berat
cawan + residu abu :
18.1272
b. Pembahasan
:
![]() |
|||
![]() |
|||
4.
Eter
Ekstrak
a.
Hasil :
Berat
(kertas saring + sampel )sebelum ekstraksi =
2,0779 gram
Berat
(kertas saring + sampel )setelah ekstraksi = 1,9705 gram
Berat
sampel = 1,0233 gram
Kehilangan
berat = 0,1074 gram
b.
Pembahasan :
![]() |
|||
![]() |
|||
5.
Abu
a.
Hasil : cawan 9
Berat
konstan cawan = 14,4494gram
Berat
(cawan+abu) = 13,0037gram
Berat
abu =
-1,4457 gram
b.
Hasil :cawan 10
Berat
konstan cawan = 12,6819 gram
Berat
(cawan+abu) = 14,7652 gram
Berat
abu = 2,0833
c.
Pembahasan :
![]() |
Cawan 9
= 0,769 %
Cawan 10
=1,085 %
Bahan organik
![]() |
Cawan 9
= 2,65 %
Cawan 10
6. Energy
bruto
a. Hasil
:
Suhu
awal = 21,1500
Suhu
akhir = 22, 4770
Kenaikan
suhu = 1,327
Bomb
factorn = 2,4700
b. Pembahasan
:
![]() |
= 3,2382
Tabel Hasil Praktikum
|
No
|
Sampel
|
%DW
|
%DM
|
%Abu
|
%SK
|
%Protein
|
%Lemak
|
GE
|
|
1
|
Dedak
|
90,8
|
95,272
|
16,7
|
24,5
|
17,.78
|
10,49
|
3,238,2
|
Konversi Analisis Data
DEDAK
·
Berat
Kering (DW) (% Bahan Segar) = 90,8%
·
Bahan
Kering (DM) (% Berat Kering) = 95,272%
·
Bahan
Kering (DM) (% Bahan Segar) = 95,272/100 x 90,8
= 86,50%
Ø Kadar Protein Kasar
1.
Konversi
Bahan Kering
-
Kadar
Protein Kasar (%
Berat Kering) = 17,78%
-
Kadar
Bahan Kering (% Berat Kering) = 95,272%
-
Kadar
Protein Kasar (%
Bahan Kering) = 100/95,272 x 17,78
= 18,66 %
Artinya, dalam BK 95,272% terdapat
17,78% PK atau dalam BK 100% terdapat 18,66PK
2.
Konversi
ke Bahan Organik
-
Kadar
Abu (% Berat Kering) = 16,7%
-
Kadar
Abu (% Bahan Kering) = 100/95,272 x 16,7% = 17,53%
-
Kadar
Bahan Organik (% Bahan Kering) = 100 – 17,53% = 82,47% atau
= 100/95,272 x (95,272 – 16,7) = 82,107%
Jadi dalam BO 82,107% terdapat
18,66% PK, dalam BO 100% terdapat 100/81,84 x 18,66 % = 22,80% PK
3.
Konversi
ke Bahan Segar / Asal
-
Berat Kering (% Bahan Segar) = 90,8%
-
Bahan Kering (% Berat Kering) = 95,272%
-
Bahan Kering (% Bahan Segar) = 86,50%
-
Protein Kasar (% Bahan Kering) = 18,66%
Artinya dalam 100% BK terdapat
18,66% PK
Jadi dalam 86,50% BK terdapat
86,50/100 x 18,66 =16,1409% Protein Kasar (% Bahan Segar)
-
Kadar
Abu (% Bahan Kering) = 16,7%
-
Kadar
Abu (% Bahan Segar) = 16,7 x 81,84/100% = 13,667=13,667%
-
Kadar
Bahan Organik (% Bahan Segar) = 16,7 – 13,667 = 3,003= 3,003% atau
= 81,84% x 16,7/100 = 13,667%
Dalam 100% BO terdapat 22,80% PK,
jadi dalam 13,667% BO terdapat 13,667/100 x 22,80 = 16,1409%
Berdasarkan BO (% Bahan Segar) kadar
Protein Kasar = 7,95%
BAB
V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Dedak banak mengandung nutrisi yang
cukup tinggi. Dari analisi data dapat disimpilkan bahwa dedak memiliki nutrisi
seperti DW(berat kering) 90,8% DM (bahan kering) 95,272% abu 16,7% SK(serat
kasar) 24,5% PK 17,78% EE (ester ekstrak) 10,49% BO (bahan organik) 22,80% GE
3.283,2 kcal/kg. Dedak mempunai banak manfaat bagi ternak dan kandungan
proteinna berkisar antara 12-14%, lemak sekitar 7-9%, serat kasar sekitar 8-13%
dan abu sekitar 9-12%.
5.2 Saran
Sebaiknya kordinasi antara dosen dan mahasiswa lebih
ditingkatkan agar tidak membuat saling bingung.
DAFTAR
PUSTAKA













Tidak ada komentar:
Posting Komentar